Skip to main content

Hak untuk penentukan nasib sendiri (Right to Self-Determination) merupakan hak asasi manusia (HAM) yang fundamental dan tidak terpisahkan dari diri seorang manusia. Hak ini dicantumkan sebagai Pasal pertama oleh masyarakat internasional dalam dua instrumen utama HAM (Perjanjian Internasional mengenai Hak-hak Sipil dan Politik dan Perjanjian Internasional mengenai Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya), mengingat pentingnya hak ini bagi tatanan internasional dan perlindungan hak-hak individu. Mahkamah Pengadilan Internasional mengakui hak atas penentuan nasib sendiri sebagai HAM yang paling penting, dan ”menyangkut semua negara.”


Semangat nasional anti kolonialisme yang menjiwai rakyat Patani dan juga menjadi ruh Piagam pertubuhan bangsa-bangsa bersatu (PBB), membuka kesempatan bagi rakyat yang dijajah oleh bangsa asing untuk merdeka. Pelaksanaan program dekolonisasi PBB dibanyak negara-negara Asia Afrika mendapatkan sambutan yang sangat positif dengan wujudnya Konferensi Asia- Afrika (KAA) di Bandung pada 18-24 April 1955 dengan menyokong persatuan dan solidaritas antara Bangsa Asia dan Bangsa Afrika yang membawa kesan yang ketara dengan munculnya banyak negara-negara baru merdeka di Asia dan Afrika setelah penyelenggaraan KAA ini. 

Gerakan pembebasan Patani telah mendapat pengakuan resmi kerajaan Siam (Thailand) dalam satu surat perjanjian CENERAL CONSENSUS ON PEACE DIALOUE PROCESS 28 Februari 2013 dengan BRN lalu hingga membolehkan tuntutan HAM seperti yang termaktub dalam tuntutan awal 5 perkara BRN, No 4 tentang hak pertuanan atas negara bangsa Patani sebagai tanda mula membagun kepercayaan dialog menuju perbincangan damai yang berkekalan dengan Siam. Fenomena ini membawa implikasi yang cukup serius bagi rejim Bangkok dimana dengan secara lansung rakyat melayu Patani telah memperoleh legitimasi secara yuridis bahawa hak menentukan nasib sendiri yang telah diakui dalam berbagai Instrumen Hukum Internasional. 

Berlatar belakangkan sejarah kebangkitan rakyat Patani yang panjang dan beterusan sejak 1902 sampai Januari 2004 telah mendesak rejim Bangkok menyelesaikan tuntutan rakyat Patani di empat wilayah selatan yang bergolak, maka untuk itu dirujukkan Deklarasi Wina (Vienna Declaration) dalam The World Conference on Human Rights pada tahun 1993 yang mencanangkan bahawa semua bangsa yang dijajah berhak untuk menentukan nasib sendiri, Siam tidak boleh abaikan hak tersebut dengan meneruskan sberbagai usaha untuk mengesahkannya mendorong tindakan-tindakan kekerasan kearah penghapusan bangsa melayu Patani sebagai rakyat penduduk asal selaras Paragraf 6 Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 1514 (XV)

Dengan demikian maka, pelaksanaan “right to self-determination” yang diwujudkan melalui kemerdekaan dalam rangka membentuk atau mendirikan negara (“state”), baik untuk membebaskan diri dari penjajahan, maupun untuk berintegrasi atau berasosiasi dengan negara yang lain. Hal itu dilakukan hanya sekali dan untuk selamanya. Patani telah dijajah oleh Siam tahun 1902 (perjanjian Anglo Bangkok), sebelumnya Patani memiliki beberapa simbol-simbol sendiri dan kini telah dinafikan penjajah antara lain : 

  1. Bendera kebangsaan Patani 
  2. Lagu Kebangsaan Patani negara merdeka 
  3. Perlembagaan negara melayu Islam Patani 
  4. Lambang Negara melayu Islam Patani
  5. Sejara kerajaan kesultanan melayu Patani 
  6. Bahasa dan budaya kebangsaan Patani dan lain sebagainya.


Sepuluh (10) inti sari / isi yang terkandung dalam Bandung Declaration / Dasasila Bandung :

  1. Menghormati hak-hak dasar manusia seperti yang tercantum pada Piagam PBB.
  2. Menghormati kedaulatan dan integritas semua bangsa.
  3. Menghormati dan menghargai perbezaan ras serta mengakui persamaan semua ras dan bangsa di dunia.
  4. Tidak ikut campur dan intervensi persoalan negara lain.
  5. Menghormati hak setiap bangsa untuk mempertahankan diri baik sendiri maupun kolektif sesuai dengan piagam PBB.
  6. Tidak menggunakan peraturan dari pertahanan kolektif dalam bertindak untuk kepentingan suatu negara besar.
  7. Tidak mengancam dan melakukan tindak kekerasan terhadap integritas teritorial atau kemerdekaan politik suatu negara.
  8. Mengatasi dan menyelesaikan segala bentuk perselisihan internasional secara jalan damai dengan persetujuan PBB.
  9. Memajukan kepentingan bersama dan kerjasama.
  10. Menghormati hukum dan juga kewajiban internasional.